Sabtu, 31 Agustus 2013

[7Wonders] - Sisi Lain Keindahan Di Gunung Bromo

Pesona keindahan tidak selalu identik dengan kemegahan dan kemewahan. Tak jarang, dari hal-hal yang tampak sederhana dan biasa saja, terkandung banyak pesona keindahan.


Begitulah yang saya jumpai dan rasakan ketika berkunjung ke kawasan wisata Gunung Bromo pada hari Rabu, tgl 28 Agustus 2013.
 

Selama perjalanan itu , panorama yang asri,  indah dan menyejukkan ala daerah pegunungan terasa memanjakan mata. Akhirnya, perjalanan pun sampai di daerah Cemoro Lawang sebagai tempat terakhir untuk menurunkan penumpang dan wisatawan . 


Dari Cemoro Lawang ini ada banyak pilihan untuk menuju keTaman Nasional Gunung Bromo. Bisa dengan menggunakan angkutan umum berupa kendaraan Jeep dan Hardtop, kuda, ojek, atau bisa pula dengan berjalan kaki. Untuk setiap orangnya jika naik Jeep atau Hardtop ongkosnya  mulai  Rp 125.000, Ojek mulai Rp 50.000, dan  kuda mulai Rp 50.000. 


Kesemuanya bergantung dari nego dan kesepakatan.Bagi Anda yang datang secara rombongan, bisa menyewa Jeep atau Hardtop itu dengan harga lebih hemat dan  murah yaitu Rp 450.000 - Rp 500.000.


Saya sendiri memilih untuk berjalan kaki saja. Selain karena saya merasa fisik dan stamina saya masih sanggup untuk menempuh jalan menuju ke Gunung Bromo, juga karena bisa untuk berhemat dan mengambil banyak gambar-gambar yang indah selama perjalanan itu. Dengan kawasannya yang sangat luas, tentu banyak panorama dan aktifitas warga atau wisatawan yang menawan untuk diabadikan dengan kamera.


Dan benar saja, ketika melangkahkan kaki mengawali perjalanan saya di kawasan Gunung Bromo, sosok beberapa  warga yang tinggal di sekitar kawasan Gunung Bromo segera menjadi incaran bidikan kamera saya.


Ada yang unik dan khas dari penampilan mereka yang senantiasa mengenakan sarung dan penutup kepala. Perlengkapan itu mereka gunakan untuk melindungi tubuh dan kepala dari terpaan dinginnya hawa pegunungan disana.Keindahan berikutnya adalah tentu saja panorama gunung Bromo dan Gunung Batok dari kejauhan. Dengan perpaduan aneka tanaman dan pepohonan di sekitar lokasi saya berdiri seolah menjadi bingkai alami setiap foto saya.


Para penunggang kuda yang hilir mudik tak hentinya menghamipiri saya dan menawarkan jasanya untuk mengantarkan menuju ke Gunung Bromo. Tawaran itu saya tolak dengan halus dengan mengarahkan bidikan kamera saya pada mereka.


Suasana di kawasan wisata Gunung Bromo pada hari itu cukup lengang karena tak banyak wisatawan yang berkunjung kesana. Keberadaan sosok-sosok manusia itu  seolah tampak mungil karena  tenggelam oleh luasnya lautan pasir.Menyusuri lautan pasir itu saya menjumpai banyak keindahan. Diantaranya adalah hamparan pasir yang membentuk pola-pola tertentu dan senantiasa berubah karena hembusan dan tiupan angin.Begitu pula dengan formasi bebatuan dan pasir yang dengan bentuk dan pola tertentu karena proses alam.


Di tengah lautan pasir itulah terdapat bangunan Pura Luhur Poten. Bangunan itu digunakan sebagai tempat beribadah masyarakat Tengger di sekitar Gunung Bromo  yang pada  umumnya beragama Hindu. Pura Luhur Poten ini dibangun pada  tahun 2000. Pura ini menjadi tempat pemujaan Dewa Brohmo (Dewa Brahma), yang merupakan  manifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa sebagai Sang Pencipta.


Tak hanya itu  saja. Di sekitar pura Luhur  Poten yang memiliki gerbang masuk berbentuk Gapura Bentar  ini juga terdapat tiga  ornamen yang berukuran kecil yang juga menjadi sarana dan lokasi beribadah umat Hindu. Saat saya mendekatinya, disana masih terdapat bekas-bekas sesajian, arang dan kemenyan.Yang menarik, pada ketiga ornamen itu terdapat bongkahan batu gunung  yang berukuran cukup besar. Ada juga bongkahan batu dengan bentuk seperti gunung kecil yang tersusun dari bebatuan kecil.


Saat saya berada disana, ternyata ada dua turis suami istri yaitu Steve dan Catherine yang datang mendekati saya. Mereka yang berasal dari Jerman itu rupanya merasa tertarik dan penasaran ketika dari kejauhan  melihat aktifitas saya seorang diri sedang asyik memotret ornamen dan bebatuan itu .Steve juga mengatakan sangat terkesan dengan keindahan Gunung Bromo ini. Mereka akan memberitahu keindahan gunung ini pada keluarga dan rekannya sekembalinya ke Jerman.


Saya kemudian melanjutkan perjalanan menuju ke Gunung Bromo. Badai pasir yang tak terlalu besar dan kencang seolah menemani perjalanan saya.Hembusan dan terpaan angin yang bercampur butiran pasir itulah salah satu bagian dari sensasi dan keindahan yang mengesankan di Gunung Bromo ini .  


Di sekitar lautan pasir menuju ke Gunung Bromo itu terdapat beberapa warga yang menjual dagangan berupa makanan dan minuman. Tampak beberapa  penunggang kuda sedang asyik bercengkerama dan menikmati kudapan di sana. Sementara kuda-kuda  mereka setia menunggu di dekatnya.


Berada tak jauh dari bagian bawah tangga menuju ke Puncak Gunung Bromo, saya menjumpai beberapa remaja yang sedang membeli souvenir berupa rangkaian bunga kering.Yang menarik dan menjadi daya tarik mereka untuk membeli souvenir itu adalah karena di dalam rangkaian itu terdapat bunga Edelweis ( Anaphalis javanica ) .


Saya kemudian melanjutkan perjalanan dengan menaiki tangga menuju ke puncak Gunung Bromo.Syukurlah, kondisi tangga itu saat ini sudah dibenahi karena sebelumnya rusak parah akibat letusan Gunung Bromo dan sangat membahayakan bagi keselamatan pengunjung.Untuk menaiki tangga sebanyak 250 anak tangga dengan sudut kemiringan yang cukup ekstrem itu tentu membutuhkan stamina tubuh yang fit dan prima. Jangan memaksakan diri untuk tetap meniti tangga itu jika tubuh terasa lelah dan nafas yang terengah-engah.


Beristirahat sejenak dengan mengatur nafas sangat disarankan sebelum Anda melanjutkan perjalanan. Begitu pula dengan tetap berjalan melangkahkan kaki sambil berpegangan pada pagar pembatas mengingat tangga yang cukup licin karena banyak terdapat pasir halus pada anak tangganya.Ada beberapa  pengunjung yang terjatuh dan terpeleset karena tak hati-hati dan berpegangan pada pagar pembatas ketika meniti tangga itu.


Setelah meniti tangga yang cukup berat itu, akhirnya saya sampai juga di puncak Gunung Bromo. Saat itu saya hanya menjumpai tak lebih dari 10 wisatawan yang ada di sana. Para penjual bunga Edelweis yang biasanya ada dan berjualan disana juga tak saya jumpai.


Syukurlah cuaca saat itu cukup cerah dan bersahabat. Kepulan asap yang keluar dari kawah Gunung Bromo juga tak banyak dan menyebar ke segala arah yang bisa terasa cukup mengganggu karena unsur belerangnya terasa  cukup mengganggu pernafasan.Dengan keadaan yang seperti itu wisatawan bisa leluasa dan nyaman menikmati indahnya panorama kawah gunung Bromo itu. Kawah itu juga bisa terlihat cukup jelas. Apalagi pagar  pembatas yang rusak parah juga sudah diperbaiki.


Dari puncak gunung ini dengan menebarkan pandangan terlihat sosok Gunung Batok yang berada di dekatnya menjulang dengan kokohnya. Begitu pula dengan pegunungan dan perbukitan yang berada disekitarnya.


Ada pemandangan yang cukup menarik karena juga terdapat  beberapa warga yang menyewakan kudanya tampak beristirahat di lereng gunung ini. Begitu pula dengan kudanya. Di bawah teriknya Sang Surya, mereka tidur-tiduran dengan beralaskan pasir dan  menutupi tubuhnya dengan menggunakan sarungnya. Dari kejauhan tampak bangunan Pura Luhur Poten yang seolah senantiasa setia bermain dengan  lautan pasir dan badai pasirnya.

Usai menikmati panorama di puncak Gunung Bromo dengan keindahan kawahnya itu, saya kemudian menuruni tangga. Di tangga itu saya menjumpai beberapa pasangan yang tampak mesra mengabadikan momen dan kenangan mereka.


Berbeda dengan saat menuju ke Gunung Bromo yang terasa cukup lama, berat dan melelahkan, ketika kembali dari Gunung Bromo dan menuruni medannya terasa cukup cepat dan ringan. Walau tetap terasa melelahkan karena tak ada tempat untuk berteduh dari teriknya sinar matahari.


Dalam perjalanan kembali itu saya menyempatkan diri untuk memotret rekahan di lautan pasir itu.Rekahan yang bentuknya seperti sungai kering itu mungkin terjadi akibat letusan dan aktifitas vulkanik gunung ini.


Sesampai kembali di Cemoro Lawang, saya beristirahat sejenak. Sedapnya bau kuliner bakso dari pejual yang mangkal disana menggoda selera saya.


Saya kemudian memesan satu porsi bakso yang dihargai Rp 8000 per porsinya. Bakso itu sendiri tak berbeda dengan bakso pada umumnya.

Tetapi, menikmati bakso dengan suasana dan nuansa yang menyejukkan di dataran tinggi ini  menjadi bagian rangkaian dari  keindahan yang saya jumpai di wisata Gunung Bromo. 

 

Di sekitar kawasan wisata ini juga terdapat banyak warung, restoran dan kafe yang menjual beraneka jenis makanan dan minuman. Ada juga banyak penginapan, hotel dan villa   dengan tarif mulai dari Rp100.00 per malam. 



 




Kamis, 29 Agustus 2013

Jenazah Utuh Walau Sudah Dimakamkan Puluhan Tahun

Warga di daerah Tuban - Jawa Timur belum lama ini dihebohkan dengan fenomena jenazah yang tak biasa di kawasan  Makam Sunan Bejagung yang berada di Desa Bejagung, Kecamatan Semanding.

Meski telah dimakamkan sejak belasan dan puluhan tahun silam, jenazah-jenazah itu dalam keadaan utuh . 


Penemuan jenazah tersebut bermula saat pada hari Minggu tgl 25 Agustus 2013 , panitia pembangunan Masjid Sunan Bejagung membongkar sebanyak 9 makam yang ada di depan masjid . 



Pembongkaran makam itu bertujuan untuk perluasan masjid yang berada di area makam Syekh Asy’ari atau yang lebih dikenal dengan nama makam Sunan Bejagung di Desa Bejagung, Kecamatan Semanding, Kabupaten Tuban.


Pada penggalian yang pertama pada seminggu yang lalu ( 17 Agustus 2013 ) ditemukan dua jenazah dengan jenis kelamin wanita yang dalam keadaan utuh. 

Sedangkan pada penggalian yang kedua pada hari Minggu tgl 25 Agustus, ditemukan lagi dua jenazah dalam keadaan utuh.
Kedua jenazah itu berjenis kelamin laki-laki yang telah dimakamkan pada tahun 1978 dan jenazah yang berkelamin wanita yang dimakamkan pada tahun 1997.


Saat ditemukan, kedua  jenazah itu  masih utuh bersama kain kafannya dan tidak mengalami kerusakan sama sekali. Selain itu juga senantiasa menguar  aroma harum dari jenazah.


Suasana sakral dan bercampur haru sangat terasa pada saat itu. Terlebih dari keluarga ahli waris jenazah yang ikut datang dan menyaksikan penggalian dan pemindahan jenazah itu.

Kedua jenazah yang  masih utuh tersebut kemudian  langsung diangkat dari dalam kubur dan disemayamkan di Masjid Sunan Bejagung.




Selanjutnya, kedua jenazah itu dimakamkan secara berdampingan dalam lubang makam baru yang sama.