Selasa, 22 April 2014

Lukisan Kuno Sang Kapitan di Rumah Abu Han, Surabaya

Ada hal yang menarik dengan lukisan yang terpajang di dinding dan berukuran cukup besar itu. Selain tampak kuno dengan warnanya yang agak kusam, lukisan itu juga menarik karena obyek lukisannnya yang jarang dijumpai.


Lukisan itu menggambarkan sosok seorang pria bangsawan China dengan mengenakan pakaian kebesarannya.Menyimak lukisan itu mengingatkan saya pada sosok dengan pakaian serupa pada film-film klasik China.


Lukisan itu sendiri merupakan salah satu dari beberapa lukisan kuno yang ada di rumah Abu Han di Kota Surabaya - Jawa Timur.  Rumah Abu Keluarga Han merupakan bangunan kuno yang sangat  legendaris di kota ini.


Saya beruntung bisa berkunjung ke rumah yang indah ini dalam acara Peringatan World Heritage Day 2014 yang dipusatkan di Rumah Abu Han belum lama ini .
 

Meskipun dikenal sebagai Rumah Abu Keluarga Han, di rumah ini tidak menyimpan abu orang yang sudah meninggal ataupun tentang abu lainnya.Yang ada adalah kayu-kayu simbolis yang disebut ‘ sinci ‘ ( Papan Arwah ) dan bertuliskan dalam bahasa Tiongkok tentang nama-nama leluhur marga Keluarga Han yang telah meninggal.
 

Sinci yang terletak di meja altar dan berwarna putih gading itu berukuran panjang sekitar 20 cm dan lebar 5 cm.Altar persembahan itu sepintas mirip dengan altar persembahan yang ada di kelenteng.

 

Rumah ini digunakan untuk kegiatan bersembahyang dan menghomati leluhur dari keluarga bermarga Han.Rumah Abu Keluarga Han didirikan sekitar abad 18-19 oleh Han Bwe Koo, keturunan ke-6 dari Keluarga Han.

 
Sejarah Keluarga Han itu sendiri diawali oleh Han Siong Kong yang berasal dari Tiongkok dan pertama kali tiba di Indonesia sekitar tahun 1673 dengan mendatangi di kota pesisir Lasem.

 

Sejarah Keluarga Han kemudian berlanjut dengan salah satu keturunannya yaitu Han Bwee Koo yang datang ke Surabaya dan diangkat menjadi Kapiten der Chineezen.Yaitu wakil pemerintah kolonial Belanda untuk menjadi pemimpin orang-orang Tionghoa di Surabaya.
Sehari sebelum Sincia atau tahun baru Imlek, warga Tionghoa mengadakan sembahyang leluhur.


Semua keluarga baik dekat maupun jauh berkumpul untuk memberikan penghormatan kepada para leluhur yang sudah tiada.Pada saat itu di rumah Abu Keluarga Han disajikan berbagai perlengkapan sembahyang .Seperti buah-buahan, lauk pauk, seperti ayam, kepiting, ikan, babi, bebek dan kue-kue basah seperti kue nian gao , kue wajik, kue mangkok, kue pia , kue keranjang, muaco, lauwa, thong chiu pia , dan kue thok.

Ada juga minuman putao chee chiew, sejenis anggur rendah alkohol. Dan yang wajib ada tebu sebagai simbol manis-manis agar di tahun yang baru ini semua keluarga diberikan rezeki dan kehidupan yang manis.


Di bagian depan pada Dinding rumah sebelah kanan dan kiri tampak ukiran berbentuk lingkaran yang cukup besar dengan Motif tertentu. Ada juga dua buah patung berbentuk kepala manusia di sebelah kanan dan kiri atas pada pintu masuk . Relief dan Patung itu berwarna coklat kehitaman dan terbuat dari Kayu.


Melangkahkan kaki memasuki rumah Abu Keluarga Han terdapat seperangkat meja dan kursi Kuno. Selain itu juga lampu gantung bergaya klasik. Yang menarik , pada dinding ruangan ini terdapat beberapa lukisan kuno tentang Keluarga Han.Ada juga foto-foto kuno yang sayangnya mungkin karena Faktor Usia,  foto yang sudah cukup lama menjadikan foto itu tidak terlihat jelas apa obyek fotonya.

 

Di Ruangan yang tampak luas dan lega ini berikutnya terdapat meja altar untuk kegiatan bersembahyang dan menghormati leluhur keluarga Han.Altar persembahyangan ini berbentuk sangat indah dengan ukiran, Relief dan warna yang artistik.


Keindahan itu juga tampak pada bagian plafon dan panel-panel kayu yang berukir dengan aksara Tiongkok dan ukiran-ukiran bermotif satwa seperti Burung , Kili dan sebagainya.
Di halaman rumah terdapat sumur tua yang masih digunakan hingga saat ini.


Dengan sosok bangunan rumah Abu Keluarga Han yang kuno dan legendaris itu dengan kisah sejarahnya menjadikan bangunan ini sering menjadi destinasi kunjungan orang-orang yang tertarik pada bidang sejarah maupun arsitektur bangunan.


Pak Robert W. Rosihan sebagai ahli waris sampai saat ini masih merawat rumah itu untuk menghormati tradisi leluhur, dan juga memfungsikan rumah itu untuk kepentingan pendidikan seperti bedah buku dan pameran batik encim.


Di sebelah Rumah Abu Han, juga ada Rumah Abu The, yang dulunya adalah menantu keluarga Han.Ada juga rumah abu keluarga Tjoa yang kesemuanya masih dengan bangunan dan Arsitektur aslinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar