Minggu, 20 April 2014

Makam Sunan Bejagung Yang Mistis di Tuban



Kota Tuban – Jawa Timur identik dengan Makam Sunan Bonang yang menjadi salah satu destinasi wisata religi ziarah Walisongo. Setiap harinya, makam itu senantiasa ramai dikunjungi oleh wisatawan dari  berbagai  daerah.


Selain makam Sunan Bonang, di Tuban sebenarnya juga ada makam kuno lainnya yang juga banyak dikunjungi oleh para peziarah. Makam itu adalah makam Sunan Bejagung yang lokasinya berjarak sekitar 2 km ke arah selatan dari pusat kota.
 
 
Sesuai dengan namanya, makam Sunan Bejagung berada di Desa Bejagung  - Kecamatan Semanding dan berseberangan dengan kawasan  makam kuno Tjitrosoman. Lokasinya yang tak jauh dari jalan raya cukup memudahkan untuk menuju ke lokasinya. 


Di Desa Bejagung ini sendiri ada dua Makam Sunan Bejagung  yaitu makam Sunan Bejagung Lor ( Utara ) dan makam Sunan Bejagung Kidul ( Selatan ) yang masing-masing dipisahkan oleh ruas jalan Kampung.



Entah apa pula sebabnya di desa ini bisa terdapat dua makam Sunan Bejagung. Diantara dua makam Sunan Bejagung itu, makam Sunan Bejagung Lor lebih terkenal dan banyak dikunjungi  oleh para peziarah. 


Terlebih pada Agustus 2013 saat dilakukan pembongkaran makam dan pemindahan jenzah ternyata di kawasan makam Sunan Bejagung ini ada fenomena jenazah yang masih utuh walau sudah terkubur selama belasan dan puluhan tahun.  



Cukup mudah untuk menuju ke makam Sunan Bejagung ini karena lokasinya yang tak jauh dari jalan raya Semanding dan berada di depan pemakaman Ningrat Tjitrosoman . Dari jalan raya ini sudah tampak gapura atau Gerbang di jalan  kampung menuju kompleks makam Sunan Bejagung Lor.



Memasuki kompleks makam Sunan Bejagung Lor ini terdapat gapura Supit Urang ( Capit Udang ) dengan bentuknya yang khas. Di bagian atas gapura terdapat tulisan angka tahun 1826 dan tulisan dalam huruf Arab.


 Setelah itu terdapat masjid Sunan Bejagung yang sudah dipugar dan direnovasi.Tak jauh dari masjid ini di bagian selatannya terdapat  bangunan pendapa  yang sudah  repesentatif dan berlantai keramik untuk tempat berkumpul para jamaah masjid atau peziarah. Di belakang pendapa ini  terdapat gapura kecil dengan bentuknya yang kuno.

 

Di belakang dan sekitar gapura ini terdapat tumpukan batu bata merah yang disusun dengan formasi tertentu. Selain itu juga terdapat dua bangunan pendapa di kanan kirinya dengan  beratapkan daun rumbia dan berlantai pasir. Pendapa dengan arstitektur tradisional  ini juga berfungsi sebagai tempat berkumpul dan beristirahat para peziarah.

  

Melewati  bagian ini terdapat gapura lagi yang berbentuk cukup unik dan rendah. Bagi peziarah yang berpostur tubuh yang jangkung tentu harus dengan merunduk  ketika melewatinya.
  


Di sekitar gapura ini terdapat pepohonan yang besar dan rindang yang seolah semakin menambah nuansa sakral dan magis kawasan ini.Ada juga sebuah sumur  tua yang disebut Sumur Gemuling karena untuk menimba airnya dengan dasar sumur yang sangat dalam sekitar 40 meter harus dengan menggulingkan roda kayu yang sudah dilengkapi dengan tali dan timba.
 


Air dari sumur ini dipercaya oleh warga setempat dan peziarah berkhasiat bisa menyembuhkan berragam jenis penyakit, utamanya penyakit kulit. Karena itu banyak warga yang menggunakan air sumur itu  untuk berbagai keperluan.


Bahkan pada hari-hari tertentu ada juga warga yang mengadakan selamatan dengan menggelar  tikar di sekitar sumur tua yang selalu ditutup rapat bila sedang tidak digunakan  ini. Untuk mengambil air sumur itu ada petugas yang mengambilkannya.  Mereka yang berminat dengan air itu cukup mengisi kotak amalnya saja sebagai ganti jasa menimba.




Melewati gapura ini terdapat beberapa gentong berisi air. Banyak peziarah  yang mengambil  dan langsung meminum air  mentah dalam gentong itu.Di sekitarnya terdapat pemakaman warga dengan beberapa makam kuno yang diberi cungkup dan batu nisannya berselubung kain kafan.


Sedangkan di bagian tengah terdapat gapura yang kecil dan rendah yang terbuat dari batu bata yang disemen. Sekitar 10 meter berikutnya terdapat gapura berbentuk Paduraksa seperti yang biasa terdapat di makam Walisongo.Sekitar 10 meter di belakangnya juga terdapat  gapura lagi dengan terbuat dari kayu dan berhiaskan ukiran pada beberapa bagiannya.
 


Setelah melewati beberapa gapura yang di kanan kirinya terdapat banyak makam dengan batu nisannya itu barulah sampai di makam Sunan Bejagung Lor yang bentuk cungkup makamnya cukup modern eperti bangunan rumah biasa yang sekilas tak menampakkan nuansa sakral dan mistisnya.



Nuansa sakral dan mistis itu justru terasa dari adanya makam-makam kuno  dengan batu nisan yang berselubung kain kafan di sekitarnya. Di antara makam-makam kuno itulah peziarah memanjatkan doa dan bacaan kitab Al Quran  .

 

Makam Sunan Bejagung Lor itu berada dalam ruangan  dengan pintu yang  biasanya tertutup  rapat. Makam ini memiliki panjang sekitar 3 meter dengan bercat warna emas dan berselubung kain beludru berwarna kuning. Batu nisannya berselubung kain beludru berwarna hitam dengan hiasan tulisan Arab. Tumpukan bunga setaman dari peziarah terlihat di nampan yang berada di sekitarnya.


Menurut sejarahnya, Sunan Bejagung Lor merupakan aulia penyebar agama Islam yang berasal dari Palembang dan bernama Muhdin Asy’ari. Wara setempat biasa menyebutnya dengan nama Mbah Modin Ashari.
 


Aulia besar  ini dikenal begitu merakyat dengan segala kisah dan karomahnya. Bahkan karena kekeramatan dan kesakralannya, di makam Sunan Bejagung ini dulu sering digunakan sebagai lokasi ritual Sumpah Pocong sebagai solusi penyelesaian  terakhir bagi  warga yang bersengketa.



Ritual sumpah pocong itu biasanya dilakukan di dalam masjid Sunan Bejagung dengan  dipimpin oleh ulama setempat dengan membacakan sumpah dan doa bagi mereka yang bersengketa. Konon, ritual ini juga dilakukan dengan memercikkan air yang diambil dari sumur Gemuling.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar