Senin, 16 September 2013

Kesenian Sandur Kalongking Yang Eksotis Di Tuban

Kagum, haru , sedih dan bercampur dengan prihatin. Begitulah gambaran ungkapan perasaan saya ketika menyaksikan pentas kesenian Sandur Kalongking di kawsan pedesaan daerah Tuban - Jawa Timur belum lama ini.

Kagum dengan keindahan dan eksotisme kesenian tradisional yang sarat nuansa mistis dan magis itu. Sedangkan sedih, haru dan prihatin karena hanya komunitas Sandur Kalongking Ronggo Budoyo pimpinan Bapak Syakrun itulah yang tetap bertahan melestarikan kesenian itu.

Saya tidak bisa membayangkan andai komunitas Sandur kalongking ini tidak sanggup bertahan lagi dalam melestarikannya, entah bagaimana kelanjutan nasibnya.





Mungkin kelak Sandur Kalongking hanya menjadi kisah di Tuban yang ditutur tinularkan antar generasi. 

Cukup susah dan langka untuk bisa menyaksikan pentas Sandur Kalongking ini. Selain karena hanya tinggal satu komunitas Sandur saja yang bertahan, pementasannya juga biasa dilakukan di kawasan pedesaan. 

Saya sudah lama tidak menjumpai pentas Sandur ini di kawasan kota Tuban. Bahkan mereka yang biasanya pentas di alun-alun Kota Tuban setiap bulan Agustus juga sudah lama tidak pernah  pentas lagi.

Pentas  Sandur Kalongking biasanya  digelar di tanah lapang .Penonton duduk di sekeliling pementasan. yang dibatasi dengan  dipasang tali berbentuk bujur sangkar yang bersisi-sisi sekitar 4 meter dan tinggi sekitar 1,5 meter.

Masing-masing sisi diberi helai janur kuning sehingga batas itu lebih jelas. Di tengah-tengah sisi sebelah timur dan barat dipancangkan sebatang bambu menjulang ke atas dengan ketinggian sekitar 15 meter.



Dari ujung kedua bambu dihubungkan dengan tali yang cukup besar dan kuat. Di tengah-tengah tali diikatkan tali yang menjulur sampai ke tanah tepat ditengah arena.

Pada tali yang membentang di atas  bambu itu diikatkan beberapa kupat dan lepet bagian dari sesaji. Sedangkan di tengah-tengah atau titik pusat arena ditancapkan gagar mayang ( bendera rontek) , yaitu bendera kertas dengan  empat warna yaitu  hijau (pengganti warna hitam), kuning, merah dan putih.

Waktu pertunjukan biasanya dilakukan pada malam hari dimulai sekitar jam 20.00 berakhir pada 04.00 pagi hari. Pementasan sandur ini biasanya dilakukan sebagi ungkapan rasa syukur atau untuk menunaikan suatu nadzar atau hajat tertentu.

Penari Sandur terdiri dari empat anak gembala laki-laki yang belum akil balik atau belum dikitan. Empat anak yang menganakan pakaiannya yang khas tersebut menjadi tokoh Balong, Pethak, Tangsli dan Cawik yang menggambarkan para bidadari dan Dewi Sri yang turun dari kahyangan ke bumi. Untuk karakter Cawik digambarkan  sebagai tokoh perempuan  penjelmaan Dewi Sri, sosok gaib yang dihormati dalam mitos Jawa.

Selain itu juga ada 40 pria dewasa yang berperan sebagai pawang ( dukun ), pemain musik dan panjak hore ( penggermbira ). 40 pria itu mengenakan pakaian serba hitam dengan ikat kepala ( udeng ) yang khas.Mereka senantiasa mengalunkan tembang-tembang Jawa dengan nuansa mantera-mantera sejak awal hingga akhir pertunjukan.Sosok mereka mengingatkan saya pada suku Tengger di yang tinggal di kawasan Gunung Bromo. 

Pertunjukan utama dimulai setelah selamatan dan pembacaan tandhuk selesai. Adegan pertama yaitu adegan simbolik bancik endog yang disebut sindhiran. Selanjutnya berturut-turut adegan babad alas (buka ladang), ngrakal (membajak), icir  (bertanam), besik (menyemai), sambang tegal (menjenguk ladang) atau ngrujaki (memberi rujak), dan unduh-unduh (menuai).

 Di sela-sela tiap adegan diselingi adegan Bancik Endog ( menginjak telur ) Bancik kendi (Menginjak kendi ) , Bancik Dengkul (Menginjak dengkul )  dan Bancik Pundak ( Menginjak Pundak ). Adegan terakhir sebagai penutup yaitu Bandhan yang diteruskan Bandhulan atau Kalongking  yang bersifat magis dan akrobatik.

Menjelang adegan terakhir ada  salah seorang penari laki-laki jatuh pingsan. Pada saat itu pula para penonton seolah tersentak langsung berdiri dan mendekat kalangan. Penari yang pingsan busana tarinya ditanggalkan dan diikat dengan tali, dimasukkan ke dalam kotak. Setelah beberapa saat dibuka, sang bocah sudah terlepas dari ikatan.. Masih dalam keadaan tak sadar , sang bocah penari dibawa ke tempat tali yang menjulur di tengah arena. 


Penari yang kerasukan roh Kalong itu kemudian naik ke atas dengan memanjat tali.


Sampai di atas tali yang membentang, bocah itu kemudian  menari-nari menirukan gerakan kalong ( kelelawar berukuran besar ) sambil tiduran diatas tali, kadang menggelantung dengan kepala menjulur ke bawah.

Artikel tentang Kerasukan Roh Kalong itu bisa Anda baca di Link berikut ini :


Sebuah kesenian yang eksotis dari Bumi Tuban yang semoga mendapat perhatian dari pemerintah dan berbagai pihak agar bisa membantu tetap melestarikan keberadaannya di tengah banyaknya  hiburan modern pada saat ini.





Keripik Gayam Yang Nikmat di Tuban

Agung - 0857 3396 5278 - 0823 3388 7121
        



www.jelajah-nesia.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar