Kota Tuban – Jawa Timur identik dengan Makam Sunan Bonang
yang menjadi salah satu destinasi wisata religi ziarah Walisongo. Setiap
harinya, makam itu senantiasa ramai dikunjungi oleh wisatawan dari berbagai
daerah.
Selain makam Sunan Bonang, di Tuban sebenarnya juga ada makam kuno lainnya yang juga banyak dikunjungi oleh para peziarah. Makam itu adalah makam Sunan Bejagung yang lokasinya berjarak sekitar 2 km ke arah selatan dari pusat kota.
Sesuai dengan namanya, makam Sunan Bejagung berada di Desa
Bejagung - Kecamatan Semanding dan
berseberangan dengan kawasan makam kuno
Tjitrosoman. Lokasinya yang tak jauh dari jalan raya cukup memudahkan untuk
menuju ke lokasinya.
Di Desa Bejagung ini sendiri ada dua Makam Sunan Bejagung yaitu makam Sunan Bejagung Lor ( Utara ) dan makam Sunan Bejagung Kidul ( Selatan ) yang masing-masing dipisahkan oleh ruas jalan Kampung.
Entah apa pula sebabnya di desa ini bisa terdapat dua makam Sunan Bejagung. Diantara dua makam Sunan Bejagung itu, makam Sunan Bejagung Lor lebih terkenal dan banyak dikunjungi oleh para peziarah.
Terlebih pada Agustus 2013 saat dilakukan pembongkaran makam dan pemindahan jenzah ternyata di kawasan makam Sunan Bejagung ini ada fenomena jenazah yang masih utuh walau sudah terkubur selama belasan dan puluhan tahun.
Cukup mudah untuk menuju ke makam Sunan Bejagung ini karena lokasinya yang tak jauh dari jalan raya Semanding dan berada di depan pemakaman Ningrat Tjitrosoman . Dari jalan raya ini sudah tampak gapura atau Gerbang di jalan kampung menuju kompleks makam Sunan Bejagung Lor.
Memasuki kompleks makam Sunan Bejagung Lor ini terdapat gapura Supit Urang ( Capit Udang ) dengan bentuknya yang khas. Di bagian atas gapura terdapat tulisan angka tahun 1826 dan tulisan dalam huruf Arab.
Setelah itu terdapat masjid Sunan Bejagung yang sudah dipugar dan direnovasi.Tak jauh dari masjid ini di bagian selatannya terdapat bangunan pendapa yang sudah repesentatif dan berlantai keramik untuk tempat berkumpul para jamaah masjid atau peziarah. Di belakang pendapa ini terdapat gapura kecil dengan bentuknya yang kuno.
Di belakang dan sekitar gapura ini terdapat tumpukan batu bata merah
yang disusun dengan formasi tertentu. Selain itu juga terdapat dua
bangunan pendapa di kanan kirinya dengan beratapkan daun rumbia dan
berlantai pasir. Pendapa dengan arstitektur tradisional ini juga
berfungsi sebagai tempat berkumpul dan beristirahat para peziarah.
Melewati bagian ini
terdapat gapura lagi yang berbentuk cukup unik dan rendah. Bagi peziarah
yang berpostur tubuh yang jangkung tentu harus dengan merunduk ketika
melewatinya.
Di sekitar gapura ini terdapat pepohonan yang besar dan rindang yang seolah semakin menambah nuansa sakral dan magis kawasan ini.Ada juga sebuah sumur tua yang disebut Sumur Gemuling karena untuk menimba airnya dengan dasar sumur yang sangat dalam sekitar 40 meter harus dengan menggulingkan roda kayu yang sudah dilengkapi dengan tali dan timba.
Air dari sumur ini dipercaya oleh warga setempat dan peziarah berkhasiat bisa menyembuhkan berragam jenis penyakit, utamanya penyakit kulit. Karena itu banyak warga yang menggunakan air sumur itu untuk berbagai keperluan.
Bahkan pada hari-hari tertentu ada juga warga yang mengadakan selamatan dengan menggelar tikar di sekitar sumur tua yang selalu ditutup rapat bila sedang tidak digunakan ini. Untuk mengambil air sumur itu ada petugas yang mengambilkannya. Mereka yang berminat dengan air itu cukup mengisi kotak amalnya saja sebagai ganti jasa menimba.
Melewati gapura ini terdapat beberapa gentong berisi air. Banyak peziarah yang mengambil dan langsung meminum air mentah dalam gentong itu.Di sekitarnya terdapat pemakaman warga dengan beberapa makam kuno yang diberi cungkup dan batu nisannya berselubung kain kafan.
Sedangkan di bagian tengah
terdapat gapura yang kecil dan rendah yang terbuat dari batu bata yang
disemen. Sekitar 10 meter berikutnya terdapat gapura berbentuk Paduraksa
seperti yang biasa terdapat di makam Walisongo.Sekitar 10 meter di belakangnya juga terdapat gapura lagi dengan
terbuat dari kayu dan berhiaskan ukiran pada beberapa bagiannya.
Setelah melewati beberapa gapura yang di kanan kirinya terdapat banyak makam dengan batu nisannya itu barulah sampai di makam Sunan Bejagung Lor yang bentuk cungkup makamnya cukup modern eperti bangunan rumah biasa yang sekilas tak menampakkan nuansa sakral dan mistisnya.
Nuansa sakral dan mistis itu justru terasa dari adanya makam-makam kuno dengan batu nisan yang berselubung kain kafan di sekitarnya. Di antara makam-makam kuno itulah peziarah memanjatkan doa dan bacaan kitab Al Quran .
Makam Sunan Bejagung Lor
itu berada dalam ruangan dengan pintu yang biasanya tertutup rapat.
Makam ini memiliki panjang sekitar 3 meter dengan bercat warna emas dan
berselubung kain beludru berwarna kuning. Batu nisannya berselubung
kain beludru berwarna hitam dengan hiasan tulisan Arab. Tumpukan bunga
setaman dari peziarah terlihat di nampan yang berada di sekitarnya.
Menurut sejarahnya, Sunan Bejagung Lor merupakan aulia penyebar agama Islam yang berasal dari Palembang dan bernama Muhdin Asy’ari. Wara setempat biasa menyebutnya dengan nama Mbah Modin Ashari.
Menurut sejarahnya, Sunan Bejagung Lor merupakan aulia penyebar agama Islam yang berasal dari Palembang dan bernama Muhdin Asy’ari. Wara setempat biasa menyebutnya dengan nama Mbah Modin Ashari.
Aulia besar ini dikenal begitu merakyat dengan segala kisah dan karomahnya. Bahkan karena kekeramatan dan kesakralannya, di makam Sunan Bejagung ini dulu sering digunakan sebagai lokasi ritual Sumpah Pocong sebagai solusi penyelesaian terakhir bagi warga yang bersengketa.
Ritual sumpah pocong itu biasanya dilakukan di dalam masjid Sunan Bejagung dengan dipimpin oleh ulama setempat dengan membacakan sumpah dan doa bagi mereka yang bersengketa. Konon, ritual ini juga dilakukan dengan memercikkan air yang diambil dari sumur Gemuling.
Bagi mereka yang berdusta
atau memberi keterangan dan kesaksian palsu bisa dipastikan segera
mendapatkan musibah bila mereka berani melakukan ritual sumpah Pocong
ini.
www.jelajah-nesia.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar