Tips Hamil

Jumat, 31 Januari 2014

Jejak Sejarah Bangsa Di Museum Brawijaya Malang

Malang adalah kota dengan sejuta pesona keindahan. Berkunjung ke kota yang berhawa sejuk ini memiliki beragam destinasi wisata yang menarik. Salah satunya adalah Museum Brawijaya yang menyimpan koleksi benda-benda yang berkaitan dengan sejarah dan perjuangan bangsa pada masa lampau.
Museum Brawijaya berlokasi di Jalan Ijen, tak jauh dari pusat kota Malang.Museum ini dibangun pada tahun 1967 dan selesai 1968 dengan arsitek Kapten Czi Ir.Soemadi.
 
Ide dan usaha untuk pendirian Museum Brawijaya telah dilakukan sejak tahun 1962 oleh Brigjend TNI (Purn) Soerachman, yang pada saat itu menjabat mantan Pangdam VIII/Brawijaya tahun 1959-1962. 
Peresmian museum Brawijaya pada tanggal 4 Mei 1968.Nama Museum Brawijaya ditetapkan berdasarkan keputusan Pangdam VIII/Brawijaya pada tanggal 16 April 1968. Museum ini memiliki sesanti (wejangan) 'Citra Uthapana Cakra' yang berarti sinar (citra) yang membangkitkan (uthapana) semangat/kekuatan (cakra).

Setelah melapor dan izin pada petugas di pos jaga, saya kemudian melangkahkan kaki memasuki museum. Di bagian depan museum terdapat Monumen Panglima Besar Jenderal Soedirman.   



Sedangkan pada halaman depannya terdapat area yang dikenal dengan  Taman Senjata yang  bernama 'Agne Yastra Loka'. Diartikan secara bebas sebagai tempat/taman (loka) senjata (yastra) yang diperoleh dari api (agne) Revolusi tahun 1945.
Di taman itulah terdapat pajangan beberapa  kendaraan tempur yang dulu menjadi saksi pertempuran antara pejuang Indonesia dan tentara kolonial seperti tank, meriam, panser dan sebagainya.
Ruangan pertama di dalam museum adalah ruangan Lobi.Ruang ini terletak di antara Ruang Koleksi I dan Ruang Koleksi II. Di ruang ini terdapat dua relief dan dua perangkat lambang-lambang kodam di Indonesia.
  
Relief di sebelah selatan menggambarkan wilayah kekuasaan Majapahit. Ada  juga pahatan perahu Hongi yang menggambarkan bahwa Majapahit memiliki armada laut yang kuat sehingga berhasil mempersatukan Nusantara, serta pahatan Raden Wijaya dalam bentuk Harihara. 
Sedangkan relief di  sebelah utara menunjukkan daerah-daerah tugas yang pernah dijalani oleh pasukan Brawijya dalam rangka menegakkan kemerdekaan; menumpas gerakan separatis dan gerombolan pengacau keamanan; serta tugas internasional sebagai pasukan perdamaian dan keamanan PBB di luar negeri.
Di dalam Ruang Koleksi I terdapat pajangan benda-benda dari tahun 1945 - 1949.  Diantaranya adalah Foto-foto Panglima Kodam di Jawa Timur sejak 1945 sampai sekarang, lukisan pakaian seragam PETA, HEIHO dan pejuang, Lukisan Pamen, Pama, Bintara, dan Tamtama prajurit PETA.



Awetan burung merpati pos yang pernah digunakan sebagai kurir di daerah Komando Ronggolawe, Lamongan/Bojonegoro dengan front Surabaya pada tahun 1946 juga ada disana.
Koleksi lainnya adalah termos dibuat dari tempurung kelapa yang pernah digunakan oleh tentara PETA pada masa penjajahan Jepang, pedang samurai sebagai kelengkapan perwira Jepang yang berhasil direbut TKR dari tentara Jepang di perkebunan Ngrakah, Sepanon, Kabupaten Kediri.
 
Koleksi lainnya adalah  meja dan kursi yang digunakan untuk perundingan penghentian tembak-menembak (gencatan senjata) antara TKR/pejuang dengan Sekutu di Surabaya pada tanggal 29 Oktober 1945. Saat itu pihak Indonesia diwakili oleh Bung Karno, sedangkan pihak Sekutu diwakili oleh Mayjen Havtorn dan Brigjen Mallaby.
Ada juga koleksi senjata buatan pabrik senjata di  Mrican, Kediri tahun 1945-1946, alat perhubungan atau radio yang pernah digunakan oleh Denhub Brawijaya pada tahun 1945-1946, lukisan pertempuran Surabaya sekitar 10 November 1945, dan senjata-senjata dari  hasil rampasan pertempuran.
Selain itu juga ada koleksi mata uang yang pernah beredar pada masa perjuangan dan obat-obatan dan peralatan kesehatan  yang pernah digunakan dr.Harjono yang gugur menghadapi Belanda dalam pertempuran di Krian, Mojokerto pada tahun 1948, peta-peta kuno .
Di etalase lainnya terpajang pakaian dan mantel Letkol dr.Soebandi, dokter Brigade III/Damarwulam merangkap Resimen Militer Jember. Yang menarik , ada juga mobil sedan keluaran pabrik Desoto USA tahun 1941 yang pernah digunakan Kolonel Sungkono, Panglima Divisi I/Jawa Timur 1948.
Untuk koleksi di Ruang Koleksi II juga tak jauh berbeda. Disana kita bisa menjumpai  Peta kota Malang dan perkembangannya,Foto-foto burgemester dan walikota Malang dari zaman pemerintahan Belanda sampai sekarang, Peralatan perang yang pernah digunakan pasukan Brawijaya untuk merebut Irian Barat pada Operasi Trikora tanggal 19 Desember 1961 .

Ada juga senjata-senjata hasil rampasan Operasi Trisula dalam rangka penumpasan sisa-sisa komunis di Blitar Selatan tahun 1968,Senjata-senjata hasil rampasan Operasi Seroja di Timor Timur oleh pasukan Brawijaya tahun 1975-1976, Album nama prajurit Brigif 2 Dharma Yudha yang gugur dalam Operasi Seroja, Bendera Portugal hasil rampasan Brigif Linud 18 pada Operasi Seroja 1975.




Keripik Gayam Yang Nikmat di Tuban

Agung - 0857 3396 5278 - 0823 3388 7121
        



www.jelajah-nesia.blogspot.com


Kamis, 30 Januari 2014

Minuman Legen Yang Nikmat Dan Segar Di Tuban

Selain minuman Dawet Siwalan, daerah Tuban - Jawa Timur juga memiliki kuliner nikmat lainnya yang berupa minuman Legen.

Minuman ini sangat unik karena terbuat dari bahan alami dengan rasanya yang khas yaitu asam dan manis dengan sensasi yang menyegarkan.


Apalagi kesegaran minuman Legen itu tak bisa bertahan lama selama tiga sampai empat jam saja yang selanjutnya akan segera berubah rasa.






Dengan keunikannya itu, tentu sayang jika melewatkan kesempatan untuk mencoba nikmatnya minuman Legen jika berkunjung ke Tuban.
 
Tanaman  Lontar ( Borassus flabellifer ) yang  banyak terdapat di daerah Tuban dan biasa disebut  Siwalan atau Ental  memiliki banyak manfaat.


Legen berasal dari bunga pohon Siwalan atau   Lontar ( Borassus flabellifer ) yang masih berupa kuncup dalam tandannya.

 Tandan bunga siwalan itu diiris sedikit pada pucuknya   dengan menggunakan pisau sampai mengeluarkan Air berwarna putih yang  disebut dengan nira.

Nira yang terus menetes itu kemudian ditampung di dalam  Bumbung yaitu wadah terbuat dari Bambusepanjang 40 cm dan dipasang tepat di bawah pucuk tandan Bunga.


Dalam sehari, tandan bunga siwalan itu diiris sedikit  bagian pucuknya sebanyak tiga kali pada pagi, siang dan sore hari.


Setiap pengirisan tandan bunga itu dibarengi dengan pengambilan bumbung yang penuh dengan nira dan menggantinya dengan bumbung lainnya yang masih kosong.




Nira segar yang terkumpul itulah yang disebut dengan Legen dan  bisa langsung diminum. Rasanya cukup Segar campuran antara manis dan sedikit asam dengan Sensasi bau Legen  yang Khas.


Minuman Legen yang masih alami   berwarna putih pekat seperti air yang telah digunakan untuk Mencuci beras. Legen ini  hanya bisa bertahan 3-4 jam saja.  Di luar batas itu,  rasa legen segera berubah menjadi  minuman Tuak yang berasa pahit dan bisa me Mabuk kan karena  kadar  alkoholnya yang cukup tinggi.


Cukup susah juga untuk mendapatkan minuman Legen yang asli di Tuban. Kecuali dengan mendatangi langsung  ke Desa -desa   yang banyak terdapat Pohon Siwalan.  Seperti di daerah Boto yang disana terdapat Wisata alami Air terjun Banyu Langse.

Harga minuman Legen yang masih segar dan alami itu berkisar Rp 5000 per botol ukuran 1500 ml.  Pada bulan  Ramadhan, di daerah Boto ini banyak  pembeli yang  memesan minuman Legen sebagai minuman untuk buka puasa.
 

Tak jarang pada sore hari  mereka  tampak  antri di bawah Pohon Lontar  sambil menunggu Penjual Legen memanen nira  untuk mendapatkan  Legen  yang  segar dan langsung dari pohonnya.

Di kawasan  Jalan Manunggal dan kawasan Wisata di Tuban seperti Gua Akbar, Makam Sunan Bonang, Pantai Boom, Kelenteng  Kwan Sing Bio dan sebagainya memang banyak terdapat Pedagang yang menjual Legen dalam kemasan botol atau jerigen.

Namun mengingat daya tahan Legen yang alami tidak mampu bertahan lama, tentunya keaslian minuman Legen itu patut diwaspadai.
 

 Apalagi dari segi warnanya yang tampak lebih bening sudah bisa menjadi indikasi menun jukkan hasil olahan tingkat lanjutnya.
    
 
 Memang Legen itu bisa direbus agar bisa bertahan lebih lama. Namun dari segi rasa dan kesegarannya sudah jauh berkurang.


Demi mendapatkan untung yang lebih banyak,  tak jarang ada pedagang Legen  yang  culas dan nakal .
      

Mereka  sebelumnya telah mencampur Legen yang  asli  itu dengan  air biasa dan pemanis buatan   Tentu bisa dibayangkan akibatnya mereka yang membeli dan mengkonsumsi Legen yang  abal-abal itu.

  
Sekedar Nostalgia, dulu Legen ini banyak dijajakan oleh pedagang Legen yang berkeliling dengan menggunakan Ongkek dan perlengkapannya yang terbuat dari bambu.Seiring dengan perkembangan jaman, keberadaan Ongkek  saat ini sudah jarang ditemui karena berganti dengan botol atau jerigen plastik yang lebih praktis dan efisien.
 



Keripik Gayam Yang Nikmat di Tuban

Agung - 0857 3396 5278 - 0823 3388 7121
        



www.jelajah-nesia.blogspot.com


Selasa, 28 Januari 2014

Jejak Walisongo Di Makam Sunan Bonang Tuban

Kisah tentang Walisongo sebagai penyebar ajaran Islam di Pulau Jawa merupakan hal yang menarik untuk disimak. Selain dengan berbagai kisah dan legendanya, Walisongo juga meninggalkan jejak-jejak masa lampau dalam berbagai bentuknya.


Salah satu dari Walisongo itu adalah Sunan Bonang yang dimakamkan di kota Tuban - Jawa Timur. Makam ini menjadi kawasan wisata religi yang  didatangi oleh banyak wisatawan .


Walau sangat disayangkan karena pada beberapa bagian di kawasan situs ini sudah mengalami pembongkaran dan pembenahan yang merusak situs aslinya,  di lokasi ini bisa dijumpai berbagai benda  peninggalan masa Sunan Bonang.

Gapura itu berbentuk khas dan unik. Sebuah jalan kecil terdapat di bagian tengahnya dan di sisi timurnya.Pada dinding gapura juga  terdapat hiasan berupa tempelan piring-piring keramik kuno.




Umumnya piring-piring  dalam berbagai ukuran itu  berwarna putih dengan hiasan tulisan Arab dan hiasan-hiasan lainnya yang berwarna biru, hitam dan merah.

Gapura yang bernama Paduraksa itu merupakan salah satu gapura di kawasan wisata makam Sunan Bonang yang menjadi  jejak budaya masa lampau.


Sebagai situs dan cagar budaya, Kompleks Makam Sunan Bonang di Kota Tuban – Jawa Timur  terdapat banyak benda bersejarah . Di sana, kita bisa menjumpai beberapa gapura dengan bentuknya yang cukup unik.

Seperti halnya tempat Wisata religi Walisongo lainnya, memasuki kawasan wisata Religi makam Sunan Bonang banyak terdapat Deretan Toko dan kios dengan beraneka barang dagangannya.
Pada bagian awal memasuki kawasan ini akan tampak tiruan Gapura berbentuk paduraksa. Jarak sekitar 100 meter selanjutnya ada gapura dengan satu pintu masuk di bagian tengah. Gapura itu cukup rendah sehingga untuk memasuki harus dengan agak menunduk.

Gapura yang berwana putih dengan hiasan tulisan arab di bagian atas dan Ukir-ukiran itu tingginya sekitar 2,5 meter dengan atap terbuat dari kayu dan berbentuk sirap. Melewati gapura ini sekitar 10 meter berikutnya ada lagi gapura berbentuk paduraksa dan dengan tinggi sekitar 5 meter.
Pada gapura yang pada beberapa bagiannya banyak ditumbuhi Lumut ini terdapat tiga pintu masuk. Pintu masuk di bagian tengah tampak lebih tinggi dibanding pintu masuk di sebelah kanan dan kirinya.

Sayangnya, keberadaan banyak lapak di sekitar gapura itu terasa cukup mengganggu pengunjung untuk menikmati keindahan bangunan gapura. Meja atau tenda-tenda lapak tampak menutupi bagian depan gapura sehingga praktis bangunan gapura ini tidak tampak bentuknya jika dilihat dari bagian depan. Bentuk bangunan gapura ini baru terlihat dari bagian belakangnya.

Pada beberapa bagian dinding gapura terdapat lubang-lubang berbentuk lingkaran yang mungkin dulunya merupakan tempat ditempelkannya beberapa keramik kuno. Tapi entah karena faktor penjarahan atau yang lainnya, kini tak ada satupun keramik Kuno yang tersisa dan menempel pada dinding gapura itu. Melewati gapura ini terdapat masjid Astana Sunan Bonang dan kantor.
  
Selain itu,   di sekitar gapura-gapura itu juga terdapat benda-benda kuno lainnya yang tersimpan di dalam Pendapa Rante atau juga disebut Bale Rante, yaitu bangunan pelindung  yang terbuat dari kayu dan bentuknya seperti pendapa dalam ukuran kecil.

Pendapa Rante itu berada di depan Gapura Paduraksa pada sebelah barat   dan sebelah timur yang seolah mengawal  Gapura Paduraksa. Kedua Pendapa Rante itu dipisahkan oleh sebuah jalan yang menuju  dan melewati gapura Paduraksa.Di sekitar Pendapa  Rante ini banyak terdapat makam kuno lainnya.
Masing-masing  Pendapa Rante yang atapnya berbentuk sirap itu berukuran sekitar 2x3 meter dengan ketinggian sekitar 2 meter. Terdapat pagar besi yang mengelilingi Pendapa Rante. Di dalam Pendapa rante terdapat benda-benda peninggalan masa Sunan Bonang.

Diantaranya berbentuk batu nisan kuno yang bertuliskan huruf Arab dan terbuat dari batu putih, batu kotak semacam lesung, batu berlubang dan batu bergaris. 

Pada setiap tahunnya saat bulan Ramadhan, di kompleks makam Sunan Bonang ini juga terdapat tradisi dan budaya yang cukup unik yaitu pembagian Bubur Suruh bagi warga yang berpuasa. Bubur itu juga cukup unik karena rasanya yang khas.




Ada juga  bola-bola batu yang berukuran sekepalan tangan orang dewasa, umpak (alas penyangga ) bangunan yang terbuat dari batu,  kayu-kayu kuno bekas bangunan masjid dan makam, dsb.Beberapa benda-benda itu ada yang kondisinya masih utuh dan terawatt dengan baik dan  ada juga yang kondisinya sudah pecah, retak dan terbagi menjadi beberapa bagian.