Karena cukup langkanya bisa menyaksikan kesenian Sandur ini, semula saya hanya menyangka jika di Tuban hanya tinggal satu komunitas pegiat Sandur saja yaitu Kesenian Sandur Kalongking Ronggo Budoyo pimpinan Bapak Syakrun dari Desa Randu Pokak, Kecamatan Semanding.
Tetapi ternyata anggapan saya salah karena ternyata masih ada satu komunitas kesenian Sandur lagi di Tuban yang juga cukup jarang pementasannya.
Adalah Kelompok Sandur Kiring Waseso Utomo pimpinan Bapak Karso dari Desa Kiring, Kecamatan Semanding yang juga berusaha tetap bertahan melestarikan Sandur di Tuban.
Saya menyaksikan pentas Sandur Kiring ini pada hari Sabtu tgl 15 Maret 2014 yang diadakan di Lapangan Seleko. Sayang, saya terlambat datang ke pertunjukan Sandur ini sehingga tidak bisa menyaksikan pentas Sandur ini sejak dari awal.
Menyaksikan Sandur Kiring Waseso Utomo ini pada dasarnya tak berbeda dengan Sandur Kalongking Ronggo Budoyo. Dimainkan oleh beberapa personel dewasa dan empat personel utama terdiri empat anak yang memainkan karakter Balong, Petak, Tangsil dan Cawik.
Kisahnya tentang Dewi Sri dan para bidadari yang turun dari Kahyangan ke bumi atas undangan dari diadakannya pentas Sandur ini.Cara memainkannya di Lapangan dengan terdapat dua tiang bambu dan bentangan tali tambang di bagian tengahnya.
Tetapi setelah menyimak sebagian pentas Sandur Kiring Waseso Utomo, ternyata ada beberapa perbedaan dengan Sandur Ronggo Budoyo yang saya lihat selama ini. Perbedaan itu tampak pada gerakan tarian para bocah penarinya yang lebih rancak dan atraktif.Beberapa gerakan atraktif lainnya juga tidak saya jumpai dalam Sandur lainnya.
Sedangkan perlengkapan yang digunakan oleh Sandur Kiring ini terasa kurang eksotis jika dibanding Sandur Ronggo Budoyo. Mereka menggunakan sedikit obor dan penerangan berupa lampu bohlam yang terang benderang. Berbeda dengan Sandur Ronggo Budoyo yang menggunakan cukup banyak obor dan penerangan lampu petromaks sehingga pertunjukannya tampak sangat eksotis.
Dari segi materi pertunjukan, untuk Sandur Kiring Waseso Utomo terasa lebih lama dan lambat. Ada beberapa adegan yang terasa sangat lama seperti adegan Jaranan. Bila dalam Sandur Ronggo Budoyo, adegan Jaranan itu hanya menampilkan pemain jaranan yang ' hanya ' kerasukan oleh dua atau tiga ' Roh Kuda ' saja, tetapi untuk adegan Jaranan Waseso Utomo ini bisa sampai kerasukan 7-8 ' Roh Kuda '.
Banyaknya ' Roh Kuda ' yang masuk dan menunjukkan keberadaannya melalui medium seorang pemain pria dewasa itu tentu terasa sangat lama dan membosankan. Apalagi dengan musik dan adegan yang terus berulang-ulang.
Di satu sisi memang hal itu tampak tidak begitu menggangu karena Sandur pada dasarnya adalah pentas teater rakyat. Tetapi dengan waktu pertunjukannya yang sangat lamban dan lama hingga dini hari terasa cukup menjenuhkan , membuat banyak penonton yang tidak sabar untuk segera pulang. Belum lagi dengan hawa yang cukup dingin pada malam hari dan godaan rasa kantuk dan stamina yang lelah.
Hal ini pula yang membuat saya tidak bisa bertahan untuk tetap menonton pentas Sandur Kiring ini hingga selesai. Saya pun segera pulang ketika waktu sudah mendekati pukul 01.00. Dan ketika saya hendak pulang itulah, seorang pemain yang telah lama ditunggu itu baru datang ke lokasi.
www.jelajah-nesia.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar